FAQ : Adakah penjelasan yang sederhana untuk Allah Tritunggal?
Doktrin Allah Tritunggal adalah doktrin yang unik, khas, agung dan tidak mudah dipahami dari Kekristenan. Kata “Tritunggal” memang tidak tertulis di Alkitab, namun diungkapkan dengan sangat jelas di sepanjang Alkitab. Sebuah teologi tidak didasarkan pada kata-kata yang tertulis dalam kitab suci saja, namun juga dari ide-ide yang berada di balik kata-kata tersebut. Doktrin Allah Tritunggal adalah sebuah konsep tentang Allah yang dinyatakan di sepanjang Alkitab.
Meskipun sulit dipahami, tapi bukan berarti tidak mungkin dipahami sama sekali. Kita bisa mengenal Allah sejauh Allah menyatakan diriNya kepada manusia (Rom 1:19). Meskipun sulit, juga bukan berarti tidak lebih penting daripada doktrin lain, pengenalan akan Allah adalah salah satu tujuan penebusan (Yoh 17:3).
Banyak orang Kristen terburu-buru ingin menjelaskan doktrin ini dengan ilustrasi agar memuaskan keingintahuannya atau keingintahuan orang lain. Ada yang mengilustrasikan Allah sebagai H2O yang bisa menjadi 3 bentuk, yang lain mengilustrasikan Allah Tritunggal seperti sebutir telur yang memiliki 3 bagian (putih, kuning dan cangkang), padahal ilustrasi hanyalah usaha untuk menggambarkan konsep yang rumit, tapi tidak bisa mewakili konsep itu sendiri dengan sempurna. Tanpa definisi yang jelas, ilustrasi tidak akan efektif dan malah membawa kita menjauh dari konsep aslinya. Secara umum, ilustrasi digunakan hanya untuk menjelaskan bagian tertentu, bukan menjelaskan keseluruhan sebuah konsep, sehingga memahami definisi jauh lebih penting daripada menemukan ilustrasi.
Allah Tritunggal dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Allah adalah satu di dalam Esensi dan tiga di dalam Pribadi”.
Ada dua komponen yang terdapat di dalam definisi di atas, yaitu esensi dan pribadi. Jika kita dapat mendefinisikan dua hal ini dengan benar, maka konsep Allah Tritunggal akan dipahami dengan jelas. Perhatikan bahwa disana tertulis “satu esensi (A) dan tiga pribadi (B)”, tidak ada kontradiksi disana. Kontradiksi baru akan terjadi jika penjelasannya adalah “satu esensi (A) dan tiga esensi (A)” atau “satu pribadi (B) dan tiga pribadi (B)”. Konsep Allah Tritunggal tidak mengandung kesalahan logika apapun.
Esensi adalah “apakah dia”, sementara pribadi adalah “siapakah dia”. Apakah Dia ? Dia adalah Allah. Siapakah Dia? Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Sebagai seorang manusia yang memiliki 1 esensi dan 1 pribadi, kesulitan kita memahami Allah sepenuhnya adalah indikasi bahwa Allah Tritunggal bukanlah tidak logis, tapi Ia melampaui logika manusia. Hal ini merupakan bagian dari misteri dan ke-Maha Besar-anNya yang sebagai Allah, memiliki kualitas yang tidak terbandingkan dengan kita, manusia; ciptaanNya. ‘Tidak’ dan ‘melampaui’ adalah dua hal yang jauh berbeda. ‘Tidak logis ’mengindikasikan sebuah kontradiksi, sementara ‘melampaui logika’ menunjukkan keterbatasan.
Di dalam Taurat, Allah juga menyatakan hakikat diriNya kepada Musa di Ulangan 6:4 sebagai kesatuan (echad), bukan ketunggalan (satu atau yachid).
“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa (echad)!”
Allah yang Esa bukanlah tiga allah atau tiga manifestasi dari satu Allah. Allah yang Esa adalah satu hakikat keberadaan yang memiliki tiga pusat kesadaran Pribadi, dimana setiap Pribadi sama di dalam kesetaraan dan kekekalan serta satu di dalam kehendak. Karena itulah doktrin Allah Tritunggal bertentangan dengan Triteisme (penyembahan terhadap tiga allah yang berbeda yang memiliki tiga kehendak yang berbeda juga).
Allah Tritunggal tidak bisa dipisahkan, tapi bisa dibedakan.
Di bagian-bagian Alkitab yang lain, Allah Tritunggal juga dinyatakan bersama-sama dalam satu waktu dan tempat, seperti waktu peristiwa penciptaan dunia (Kej 1:1–3, Yoh 1:1,14), pembaptisan Yesus (Mat 3:16–17) dan waktu Yesus berbicara Kepada Allah Bapa untuk mengutus Roh Kudus (Yoh 14:15–16).
Memang di dalam natur dosanya, manusia tergoda untuk dapat mengerti segala sesuatu dengan tuntas, berharap mengetahui segala sesuatu seperti Allah yang Maha Tahu, bukankah itu yang terjadi saat peristiwa dosa pertama di taman Eden?
Dua hal lain yang perlu kita renungkan adalah ini:
1. Jika Allah bisa kita mengerti dengan tuntas, Ia bukan lagi Allah, melainkan kita-lah allah nya. Karena kualitas pengetahuan kita sama denganNya. Justru di dalam ruang misteri dan paradoks inilah kita tunduk di hadapan-Nya, Sang Pemilik Dunia yang dengan murah hati menyatakan diriNya sebagaimana Dia adanya. Jika konsep ini adalah karangan manusia, untuk apa seseorang menciptakan konsep yang sulit dipahami dan beresiko ditentang oleh banyak orang? Keagungan dan keindahan misteri Allah Tritunggal justru menegaskan bahwa konsep ini bukanlah buatan manusia, namun pewahyuan dari Allah sendiri.
2. Jika Allah kita bukan Allah Tritunggal, maka kasih tidak bisa jadi sifatNya. Bagaimana kita bisa berkata “saya mengasihi” tanpa ada objek yang dikasihi? Keberadaan Allah Tritunggal yang kekal justru membuktikan bahwa kasih ada didalamNya. Allah tidak perlu menciptakan manusia dulu baru ia memiliki sifat kasih, namun karena dalam kekekalan tiga Pribadi Allah ini bersekutu dalam kasih, manusia diciptakan untuk merepresentasikan kemuliaan kasihNya ini.
Dengan begitu, perkataan Paulus ini sekarang menjadi mudah dimengerti :
“Oh, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” (Roma 11:33–34)
Soli Deo Gloria.
(ty)